Massa Pemilih Sayangkan Dugaan Mahar, Ancam Tak Pilih Partai Pelaku

KEDIRI. Kabarone.com – Munculnya isue mahar politik yang mewarnai pencalonan bupati Bojonegoro dalam Pilkada 2018 mendatang, membuat konstituen pemilih partai. Mereka menyayangkan rendahnya moralitas pengurus partai yang melakukan politik “dagang partai”. Bahkan tak sedikit konstituen partai yang melakukan politik transaksional yang mengancam tak akan memilih partai terebut di Pemilu 2019 mendatang.

“Kalau partai seperti itu, rakyat mau dikasih apa?,” ujar Warsito, warga Bojonegoro yang mengaku sebagai pemilih PPP pada Pileg 2014 lalu.

Selayaknya dalam Pilkada, partai pengusung calon kepala daerah memilih bakal calon yang memiliki visi misi yang segaris dengan perjuangan partai, bukannya asal comot tanpa melihat latar belakang bakal calon.

Sementara itu, Djoko Adi Sunaryo, polikus partai Nasdem mengatakan mahar politik merupakan ancaman serius terhadap tatanan demokrasi dan kesejahteraan rakyat.

Karena partai politik sebagai alat untuk merebut kekuasaan dalam pemerintahan hanya akan dikuasai oleh orang-orang yang tertentu yang memiliki modal harta, jika praktik budaya mahar politik itu terus dilakukan.

Jika bakal calon Bupati dan Partai Politik yang sama sama melakukan transaksi berupa mahar politik agar memperoleh surat tugas ataupun rekomendasi adalah bentuk kebodohan partai politik dan kedzoliman terhadap sebuah demokrasi.

Bukankah demokrasi itu dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat ?, mengapa harus ada mahar politik?.

“Jikalau ada bakal calon Bupati  dan partai politik ketahuan bertransaksi soal mahar politik justru tidak akan ada Partai Politik yang bersedia untuk  diajak berkoalisi dan rakyat juga akan menjauh bahkan meninggalkan partai politik itu di pemilu 2019 yang akan datang,” ujar Joko Adi Sunaryo politisi partai Nasdem.

Untuk itu ia berhara semua peserta Pilkada 2018, baik bakal calon kepala daerah, partai pengusung, KPU, Panwas, melaksanakan proses demokrasi lima tahunan ini sesuai dengan ketentuan perundangan dengan mengutamakan kepentingan rakyat.

Dalam ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Pilkada Nomor 8 tahun 2015 yang memuat tentang larangan pemberian uang mahar dalam proses pencalonan disebutkan salah satu sanksinya adalah pembatalan penetapan calon kepala daerah dan Papol penerima mahar tidak diperkenankan mengajukan calon dalam Pilkada periode berikutnya.

Selain itu Parpol atau gabungan Parpol yang terbukti menerima imbalan mahar akan dikenakan sanksi denda sepuluh kali lipat dari nilai imbalan yang diterimanya.

 

 (sis)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *